Walaupun pelanggaran atas merk tersebut merupakan delik aduan dan sampai
waktu yang cukup lama pemilik dari perusahaan GUCCI yang asli belum melakukan
penuntutan, pemalsuan merk yang dilakukan Pak Deki tersebut harus dihentikan.
Seharusnya Pak Deki berkreasi membuat merek sendiri dan kemudiaan
menggunakannya untuk produk yang mereka hasilkan. Dalam pembuatan atau
pemberian merek tentunya Pak Deki harus mengikuti aturan, tidak sembarang
menggunakan merek. Merek tidak dapat didaftar apabila Merek tersebut mengandung
salah satu unsur di bawah ini: • bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, moralitas agama, kesusilaan, atau ketertiban
umum; • tidak memiliki daya pembeda • telah menjadi milik umum • merupakan
keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimohonkan Masalah yang
timbul dalam kasus telaah topik 12 mengenai Hukum Dagang yaitu Pak Deki yang
menggunakan merek terdaftar milik orang lain tanpa izin dan mencantumkannya
dalam barang produksinya. Lebih jelas Pak Deki menggunakan merek GUCCI pada
produk usaha tas dan sepatunya, padahal seperti yang telah diketahui mayarakat
umum bahwa GUCCI adalah merek ternama yang sudah terdaftar dan memproduksi
barang-barang dari kuit hewan (tas, sepatu). Dari masalah tersebut Pak Deki sudah jelas melanggar Pasal 90 Undang-undang Nomor 15 tahun 2001 tentang Merek.
Dengan demikian dapat kita simpulkan bahwa pemberian merek terhadap barang
produksi dengan memperhatikan norma dn hukum yang berlaku sangatlah penting
Rabu, 30 Mei 2012
Tulisan ke 3 contok kasus hukum perikatan Aspek Hukum dalam Ekonomi #
Contoh Kasus Hukum
Perikatan
Kasus Hukum Perikatan
Akta Jual Beli Tanah Dinilai Cacat Hukum
• Kasus Jayenggaten SEMARANG
- Akta jual beli tanah Jayenggaten dari ahli waris Tasripien kepada pemilik Hotel Gumaya, dinilai cacat hukum. Akta yang disahkan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) itu menyebutkan, tanah seluas 5.440 m2 di Kampung Jayenggaten beserta bangunan yang berdiri di atasnya dijual oleh Aisyiah, ahli waris Tasripien, kepada Hendra Soegiarto, pemilik Hotel Gumaya.
Padahal, menurut Guru Besar Fakultas Hukum Unika Soegijapranata, Prof Dr Agnes Widanti SH CN, sejak puluhan tahun lalu warga hanya menyewa lahan; sedangkan bangunan rumah yang ada di kampung tersebut didirikan oleh warga.”Sejak 1995, ahli waris Tasripien tidak pernah mengambil uang sewa tanah. Sebelumnya, sistem pembayaran sewa dilakukan secara ambilan, bukan setoran. Karenanya, warga dianggap tidak membayar,” kata Agnes dalam pertemuan membahas kasus sengketa Jayenggaten, di Balai Kota, Selasa (6/9).
Baik dalam kasus perdata maupun pidana, Pengadilan Negeri Semarang menyatakan warga bersalah. Tak puas dengan amar putusan tersebut, warga Jayenggaten mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Hingga hari ini belum ada putusan MA atas kasus tersebut.
Diskusi pakar hukum yang difasilitasi Desk Program 100 Hari itu, menghadirkan sejumlah pakar hukum. Selain Agnes, hadir pula pakar sosiologi hukum Undip, Prof Dr Satjipto Rahardjo SH, pakar hukum tata negara Undip, Arief Hidayat SH MH, dan pakar hukum agraria Unissula, Dr Ali Mansyur SH CN MH.
Arief Hidayat menilai, ada fakta yang disembunyikan oleh notaris PPAT. Jika bangunan benar-benar milik warga, maka ahli waris Tasripien tidak berhak menjual bangunan itu kepada orang lain.
”Jika benar demikian, notaris PPAT yang mengurus akta jual-beli itu bisa diajukan ke PTUN. Sebagai pejabat negara, PPAT dapat digugat ke pengadilan tata usaha negara,” ujarnya.
TakMemutus Sewa
Pakar hukum agraria Unissula, Dr Ali Mansyur SH CN MH mengatakan, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan, jual-beli tidak dapat memutus sewa-menyewa.
Dalam ketentuan hukum perdata, sewa menyewa dapat dilakukan secara tertulis maupun secara lisan. Warga Jayenggaten, menurut Ali, hingga kini masih bersikukuh menyatakan bahwa mereka adalah para penyewa.
Sebaliknya, pemilik Hotel Gumaya merasa memiliki bukti kepemilikan yang sah, sehingga merasa berhak melakukan pengosongan lahan. ”Selama belum ada keputusan hukum yang tetap, upaya damai masih bisa dilakukan. Harus ada penyelesaian antara pemilik pertama (ahli waris Tasripien-Red), pemilik kedua (pemilik Hotel Gumaya), dan warga Jayenggaten,” usulnya.
Sementara itu Kepala Bagian Hukum Pemkot, Nurjanah SH menuturkan, terdapat 32 rumah dan satu musala di kampung Jayenggaten. Saat ini, ada 55 keluarga atau 181 jiwa yang tinggal di kampung tersebut. Menurutnya, pada 8 Januari lalu warga membentuk tim tujuh sebagai negosiator tali asih. Saat itu pemilik Hotel Gumaya bersedia memberi kompensasi sebesar Rp 300.000/m2, namun warga meminta Rp 2 juta/m2. Pemilik hotel kemudian menawar Rp 1 juta/m2, namun warga menolak.
Wakil Wali Kota, Mahfudz Ali mengatakan, Pemkot sudah berusaha memediasi warga dengan pemilik Hotel Gumaya. Bahkan, beberapa waktu lalu Mahfudz mengundang Hendra Soegiarto untuk membicarakan kemungkinan jalan damai. ”Namun rupanya, Hendra merasa lebih kuat karena pengadilan telah memenangkan kasusnya. Ia tidak bersedia negosiasi karena merasa menang,” kata dia.
Pada kesempatan itu, Mahfudz memprihatinkankan aksi pembakaran boneka wali kota yang dilakukan warga Jayenggaten pada unjuk rasa beberapa waktu lalu. Menurut dia, Pemkot sudah melakukan berbagai upaya untuk membuat kasus Jayenggaten terselesaikan dengan baik. ”Kami sudah berbuat demikian, kok masih ada saja yang membakar boneka Pak Wali. Saya kan jadi prihatin,” ujarnya.
Sumber Kasus : ( Suara Merdeka )
Akta Jual Beli Tanah Dinilai Cacat Hukum
• Kasus Jayenggaten SEMARANG
- Akta jual beli tanah Jayenggaten dari ahli waris Tasripien kepada pemilik Hotel Gumaya, dinilai cacat hukum. Akta yang disahkan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) itu menyebutkan, tanah seluas 5.440 m2 di Kampung Jayenggaten beserta bangunan yang berdiri di atasnya dijual oleh Aisyiah, ahli waris Tasripien, kepada Hendra Soegiarto, pemilik Hotel Gumaya.
Padahal, menurut Guru Besar Fakultas Hukum Unika Soegijapranata, Prof Dr Agnes Widanti SH CN, sejak puluhan tahun lalu warga hanya menyewa lahan; sedangkan bangunan rumah yang ada di kampung tersebut didirikan oleh warga.”Sejak 1995, ahli waris Tasripien tidak pernah mengambil uang sewa tanah. Sebelumnya, sistem pembayaran sewa dilakukan secara ambilan, bukan setoran. Karenanya, warga dianggap tidak membayar,” kata Agnes dalam pertemuan membahas kasus sengketa Jayenggaten, di Balai Kota, Selasa (6/9).
Baik dalam kasus perdata maupun pidana, Pengadilan Negeri Semarang menyatakan warga bersalah. Tak puas dengan amar putusan tersebut, warga Jayenggaten mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Hingga hari ini belum ada putusan MA atas kasus tersebut.
Diskusi pakar hukum yang difasilitasi Desk Program 100 Hari itu, menghadirkan sejumlah pakar hukum. Selain Agnes, hadir pula pakar sosiologi hukum Undip, Prof Dr Satjipto Rahardjo SH, pakar hukum tata negara Undip, Arief Hidayat SH MH, dan pakar hukum agraria Unissula, Dr Ali Mansyur SH CN MH.
Arief Hidayat menilai, ada fakta yang disembunyikan oleh notaris PPAT. Jika bangunan benar-benar milik warga, maka ahli waris Tasripien tidak berhak menjual bangunan itu kepada orang lain.
”Jika benar demikian, notaris PPAT yang mengurus akta jual-beli itu bisa diajukan ke PTUN. Sebagai pejabat negara, PPAT dapat digugat ke pengadilan tata usaha negara,” ujarnya.
TakMemutus Sewa
Pakar hukum agraria Unissula, Dr Ali Mansyur SH CN MH mengatakan, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan, jual-beli tidak dapat memutus sewa-menyewa.
Dalam ketentuan hukum perdata, sewa menyewa dapat dilakukan secara tertulis maupun secara lisan. Warga Jayenggaten, menurut Ali, hingga kini masih bersikukuh menyatakan bahwa mereka adalah para penyewa.
Sebaliknya, pemilik Hotel Gumaya merasa memiliki bukti kepemilikan yang sah, sehingga merasa berhak melakukan pengosongan lahan. ”Selama belum ada keputusan hukum yang tetap, upaya damai masih bisa dilakukan. Harus ada penyelesaian antara pemilik pertama (ahli waris Tasripien-Red), pemilik kedua (pemilik Hotel Gumaya), dan warga Jayenggaten,” usulnya.
Sementara itu Kepala Bagian Hukum Pemkot, Nurjanah SH menuturkan, terdapat 32 rumah dan satu musala di kampung Jayenggaten. Saat ini, ada 55 keluarga atau 181 jiwa yang tinggal di kampung tersebut. Menurutnya, pada 8 Januari lalu warga membentuk tim tujuh sebagai negosiator tali asih. Saat itu pemilik Hotel Gumaya bersedia memberi kompensasi sebesar Rp 300.000/m2, namun warga meminta Rp 2 juta/m2. Pemilik hotel kemudian menawar Rp 1 juta/m2, namun warga menolak.
Wakil Wali Kota, Mahfudz Ali mengatakan, Pemkot sudah berusaha memediasi warga dengan pemilik Hotel Gumaya. Bahkan, beberapa waktu lalu Mahfudz mengundang Hendra Soegiarto untuk membicarakan kemungkinan jalan damai. ”Namun rupanya, Hendra merasa lebih kuat karena pengadilan telah memenangkan kasusnya. Ia tidak bersedia negosiasi karena merasa menang,” kata dia.
Pada kesempatan itu, Mahfudz memprihatinkankan aksi pembakaran boneka wali kota yang dilakukan warga Jayenggaten pada unjuk rasa beberapa waktu lalu. Menurut dia, Pemkot sudah melakukan berbagai upaya untuk membuat kasus Jayenggaten terselesaikan dengan baik. ”Kami sudah berbuat demikian, kok masih ada saja yang membakar boneka Pak Wali. Saya kan jadi prihatin,” ujarnya.
Sumber Kasus : ( Suara Merdeka )
Tugas Softskill 2 pertemuan ke 3 Aspek Hukum dalam Ekonomi # (hukum dagang)
HUKUM DAGANG
Perdagangan atau Perniagaan pada umumnya adalah
pekerjaan membeli barang dari suatu tempat atau pada suatu waktu dan menjual
barang itu di tempat lain atau pada waktu yang berikut dengan maksud memperoleh
keuntungan.
Pada zaman yang modern ini perdagangan adalah pemberian perantaraan
antara produsen dan konsumen untuk membelikan dan menjualkan barang-barang yang
memudahkan dan memajukan pembelian dan penjualan.
Ada beberapa macam pemberian perantaraan kepada
produsen dan konsumen :
1.
Pekerjaan orang-orang
perantara sebagai makelar, komisioner, pedagang keliling dan sebagainya.
2.
Pembentukan badan-badan
usaha (asosiasi), seperti perseroan terbatas (PT), perseroan firma (VOF=Fa)
Perseroan Komanditer, dsb yang tujuannya guna memajukan perdagangan.
3.
Pengangkutan untuk
kepentingan lalu lintas niaga baik didarat, laut maupun udara.
4.
Pertanggungan
(asuransi)yang berhubungan dengan pengangkutan, supaya si pedagang dapat
menutup resiko pengangkutan dengan asuransi.
5.
Perantaraan Bankir
untuk membelanjakan perdagangan.
6.
Mempergunakan surat
perniagaan (Wesel/ Cek) untuk melakukan pembayaran dengan cara yang mudah dan
untuk memperoleh kredit.
Pada pokoknya Perdagangan mempunyai tugas untuk :
1.
Membawa/ memindahkan
barang-barang dari tempat yang berlebihan (surplus) ke tempat yang
berkekurangan (minus).
2.
Memindahkan
barang-barang dari produsen ke konsumen.
3.
Menimbun dan menyimpan
barang-barang itu dalam masa yang berkelebihan sampai mengancam bahaya
kekurangan.
Pembagian jenis perdagangan, yaitu :
1.
Menurut pekerjaan yang
dilakukan pedagang.
a.
Perdagangan
mengumpulkan (Produsen – tengkulak – pedagang besar – eksportir)
b.
Perdagangan menyebutkan
(Importir – pedagang besar – pedagang menengah – konsumen)
2.
Menurut jenis barang
yang diperdagangkan
a.
Perdagangan barang,
yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan jasmani manusia (hasil pertanian,
pertambangan, pabrik)
b.
Perdagangan buku, musik
dan kesenian.
c.
Perdagangan uang dan
kertas-kertas berharga (bursa efek)
3.
Menurut daerah, tempat
perdagangan dilakukan
a.
Perdagangan dalam
negeri.
b.
Perdagangan luar negeri
(perdagangan internasional), meliputi :
-
Perdagangan Ekspor
-
Perdagangan Impor
c.
Perdagangan meneruskan
(perdagangan transito)
Usaha Perniagaan adalah usaha kegiatan baik yang aktif maupun
pasif, termasuk juga segala sesuatu yang menjadi perlengkapan perusahaan
tertentu, yang kesemuanya dimaksudkan untuk mencapai tujuan memperoleh
keuntungan.
Usaha perniagaan itu meliputi :
1.
Benda-benda yang dapat
diraba, dilihat serta hak-hak seperti :
a.
Gedung/ kantor
perusahaan.
b.
Perlengkapan kantor :
mesin hitung/ ATK dan alat-alat lainnya.
c.
Gudang beserta
barang-barang yang disimpan didalamnya.
d.
Penagihan-penagihan
e.
Hutang-hutang
2.
Para pelanggan
3.
Rahasia-rahasia
perusahaan.
Kedudukan antara kekayaan pribadi (prive) dan kekayaan
usaha perniagaan :
1.
Menurut Polak dan
Molengraaff, kekayaan usaha perniagaan tidak terpisah dari kekayaan prive
pengusaha. Pendapat Polak berdasarkan Ps 1131 dan 1132 KUHS
Ps 1131 : Seluruh harta
kekayaan baik harta bergerak dan harta tetap dari seorang debitur, merupakan
tanggungan bagi perikatan-perikatan pribadi.
Ps 1132 : Barang-barang
itu merupakan tanggungan bersama bagi semua kreditur.
2.
Menurut Prof.
Sukardono, sesuai Ps 6 ayat 1 KUHD tentang keharusan pembukuan yang dibebankan
kepada setiap pengusaha yakni keharusan mngadakan catatan mengenai keadaan
kekayaan pengusaha, baik kekayaan perusahaannya maupun kekayaan pribadinya.
Sumber Hukum Dagang
Hukum Dagang di Indonesia bersumber pada :
1.
Hukum tertulis yang
dikodifikasikan
a.
KUHD
b.
KUHS
2.
Hukum tertulis yang belum dikodifikasikan
yaitu peraturan perundang-undangan khusus yang mengatur tentang hal-hal yang
berhubungan dengan perdagangan.
KUHD mulai berlaku di Indonesia pada tanggal 1 Mei 1848
berdasarkan asas konkordansi.
Menurut Prof. Subekti SH, adanya KUHD disamping KUHS
sekrang ini tidak pada tempatnya, karena KUHD tidak lain adalah KUHPerdata. Dan
perkataan “dagang” bukan suatu pengertian hukum melainkan suatu pengertian
perekonomian.
Dinegeri Belnda sudah ada aliran yang bertujuan
menghapuskan pemisahan antara hukum perdata dengan hukum dagang.
Asas-Asas Hukum Dagang
Pengertian Dagang (dalam arti ekonomi), yaitu segala
perbuatan perantara antara produsen dan konsumen.
Pengertian Perusahaan, yaitu seorang yang bertindak
keluar untuk mencari keuntungan dengan suatu cara dimana yang bersangkutan
menurut imbangannya lebih banyak menggunakan modal dari pada menggunakan
tenaganya sendiri.
Pentingnya pengertian perusahaan :
1.
Kewajiban “memegang
buku” tentang perusahaan yang bersangkutan.
2.
Perseroan Firma selalu
melakukan Perusahaan.
3.
Pada umumnya suatu akte
dibawah tangan yang berisi pengakuan dari suatu pihak, hanya mempunyai kekuatan
pembuktian jika ditulis sendiri oleh si berhutang atau dibubuhi tanda
persetujuan yang menyebutkan jumlah uang pinjaman, tapi peraturan ini tidak
berlaku terhadap hutang-hutang perusahaan.
4.
Barang siapa melakukan
suatu Perusahaan adalah seorang “pedagang” dalam pengertian KUHD
5.
Siapa saja yang
melakukan suatu Perusahaan diwajibkan, apabila diminta, memperlihatkan
buku-bukunya kepada pegawai jawatan pajak.
6.
Suatu putusan hakim
dapat dijalankan dengan paksaan badan terhadap tiap orang yang telah menanda
tangani surat wesel/ cek, tapi terhadap seorang yang menandatangani surat order
atau surat dagang lainnya, paksaan badan hanya diperbolehkan jika suart-surat
itu mengenai perusahaannya.
Sumber
Hukum Dagang
1.
Pokok : KUHS, Buku III
tentang Perikatan.
2.
Kebiasaan
a.
Ps 1339 KUHS : Suatu
perjanjian tidak saja mengikat untuk apa yang semata-mata telah diperjanjikan
tetapi untuk apa yang sudah menjadi kebiasaan
b.
Ps 1347 KUHS : hal-hal
yang sudah lazim diperjanjikan dalam suatu perjanjian, meskipun tidak secara
tegas diperjanjikan harus dianggap juga tercantum dalam setiap perjanjian
semacam itu.
3.
Yurisprudensi
4.
Traktat
5.
Doktrin
Pentingan suatu Perusahaan memegang buku (Ps 6 KUHD)
1.
Sebagai catatan
mengenai :
a.
Keadaan kekayaan
perusahaan itu sendiri – berkaitan dengan keharusan menanggung hutang piutang
b.
Segala hal ihwal
mengenai perusahaan itu.
2.
Dari sudut hukum pembuktian
(Ps 7 KUHD Jo Ps 1881 KUHS), misalnya dengan adanya pembukuan yang rapi, hakim
dapat mengambil keputusan yang tepat jika ada persengketaan antara 2 orang
pedagang mengenai kwalitas barang yang diperjanjikan.
Orang-orang Perantara
1.
Golongan I : buruh/
pekerja dalam perusahaan: pelayan, pemegang buku, kasir, orang yang diberi
kuasa untuk menjalankan usaha dagang dalam suatu Firma (Procuratie – Houder)
2.
Golongan II :
a.
Makelar : seorang
penaksir dan perantara dagang yang telah disumpah yang menutup perjanjian-perjanjian
atas perintah dan atas nama orang lain dan untuk pekerjaannya itu meminta upah
(Provisi)
b.
Komisioner : seorang
perantara yang berbuat atas perintah dan menerima upah, tetapi ia bertindak
atas namanya sendiri – seorang komisioner memikul tanggung jawab lebih berat
dibanding dengan perantara lainnya.
Perkumpulan-perkumpulan Dagang
1.
Persekutuan (Maatschap)
: suatu bentuk kerjasama dan siatur dalam KUHS tiap anggota persekutuan hanya
dapat mengikatkan dirinya sendiri kepada orang-oranglain. Dengan lain perkataan
ia tidak dapat bertindak dengan mengatas namakan persekutuan kecuali jika ia
diberi kuasa. Karena itu persekutuan bukan suatu pribadi hukum atau badan
hukum.
2.
Perseraoan Firma :
suatu bentuk perkumpulan dagang yang peraturannya terdapat dalam KUHD (Ps 16)
yang merupakan suatu perusahaan dengan memakai nama bersama. Dalam perseroan
firma tiap persero (firma) berhak melakukan pengurusan dan bertindak keluar
atas nama perseroan.
3.
Perseroan Komanditer
(Ps 19 KUHD) : suatu bentuk perusahaan dimana ada sebagian persero yang duduk
dalam pimpinan selaku pengurus dan ada sebagian persero yang tidak turut campur
dalam kepengurusan (komanditaris/ berdiri dibelakang layar)
BENTUK-BENTUKBADANUSAHA
Secara garis besar dapat diklasifikasikan dan dilihat dari jumlah pemiliknya dan dilihat dari status hukumnya.
1. Bentuk-bentuk perusahaan jika dilihat dari jumlah pemiliknya tediri dari perusahaan perseorangan dan perusahaan persekutuan.
2. Bentuk-bentuk perusahaan jika dilihat dari status hukumnya terdiri dari perusahaan berbadan hukum dan perusahaan bukan badan hukum.
Secara garis besar dapat diklasifikasikan dan dilihat dari jumlah pemiliknya dan dilihat dari status hukumnya.
1. Bentuk-bentuk perusahaan jika dilihat dari jumlah pemiliknya tediri dari perusahaan perseorangan dan perusahaan persekutuan.
2. Bentuk-bentuk perusahaan jika dilihat dari status hukumnya terdiri dari perusahaan berbadan hukum dan perusahaan bukan badan hukum.
Perseroan
Terbatas (Ps 36 KUHD)
perusahaan yang modalnya terbagi atas suatu jumlah
surat saham atau sero yang lazimnya disediakan untuk orang yang hendak turut.
¨ Arti kata Terbatas, ditujukan pada tanggung jawab/
resiko para pesero/ pemegang saham, yang hanya terbatas pada harga surat sero
yang mereka ambil.
¨ PT harus didirikan dngan suatu akte notaris
¨ PT bertindak keluar dengan perantaraan pengurusnya,
yang terdiri dari seorang atau beberapa orang direktur yang diangkat oleh rapat
pemegang saham.
¨ PT adalah suatu badan hukum yang mempunyai kekayaan
tersendiri, terlepas dari kekayaan pada pesero atau pengurusnya.
¨ Suatu PT oleh undang-undang dinyatakan dalam keadaan
likwidasi jika para pemegang saham setuju untuk tidak memperpanjang waktu
pendiriannya dan dinyatakan hapus jika PT tesebutmenderita rugi melebihi 75%
dari jumlah modalnya.
Koperasi
suatu bentuk
kerjasama yang dapat dipakai dalam lapangan perdagangan
Diatur diluar
KUHD dalam berbagai peraturan :
a.
Dalam Stb 1933/ 108
yang berlaku untuk semua golongan penduduk.
b.
Dalam stb 1927/91 yang
berlaku khusus untuk bangsa Indonesia
c.
Dalam UU no. 79 tahun
1958
¨ Keanggotaannya bersifat sangat pribadi, jadi tidak
dapat diganti/ diambil alih oleh orang lain.
¨ Berasaskan gotong royong
¨ Merupakan badan hukum
¨ Didirikan dengan suatu akte dan harus mendapat izin
dari menteri Koperasi.
Yayasan
Yayasan adalah badan hukum yang tidak mempunyai anggota yang dikelola oleh pengurus dan didirikan untuk tujuan sosial. Disebutkan juga dalam UU No 16 tahun 2001, yayasan meerupakan suatu “badan hukum” dan untuk dapat menjadi badan hukum wajib memenuhi criteria dan persyaratan tertentu.
1. Yayasan terdiri atas kekayaan yang terpisahkan
2. Kekayaan yayasan diperuntukkan untuk mencapai tujuan yayasan
3. Yayasan mempunyai tujuan tertentu dibidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan
4. yayasan tidak mempunyai anggota
b. Pembubaran yayasan
Yayasan dapat dibubarkan seperti juga organ-organ lainnya. Dengan demikian, yayasan itu dapat bubar atau dibubarkan karena :
a. Jangka waktu yang ditetapkan dalam anggaran dasar berakhir
b. Tujuan yayasan yang ditetapkan dalam anggaran dasar telah tercapai atau tidak tercapai
c. Putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap
Yayasan adalah badan hukum yang tidak mempunyai anggota yang dikelola oleh pengurus dan didirikan untuk tujuan sosial. Disebutkan juga dalam UU No 16 tahun 2001, yayasan meerupakan suatu “badan hukum” dan untuk dapat menjadi badan hukum wajib memenuhi criteria dan persyaratan tertentu.
1. Yayasan terdiri atas kekayaan yang terpisahkan
2. Kekayaan yayasan diperuntukkan untuk mencapai tujuan yayasan
3. Yayasan mempunyai tujuan tertentu dibidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan
4. yayasan tidak mempunyai anggota
b. Pembubaran yayasan
Yayasan dapat dibubarkan seperti juga organ-organ lainnya. Dengan demikian, yayasan itu dapat bubar atau dibubarkan karena :
a. Jangka waktu yang ditetapkan dalam anggaran dasar berakhir
b. Tujuan yayasan yang ditetapkan dalam anggaran dasar telah tercapai atau tidak tercapai
c. Putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap
Badan-badan
Usaha Milik Negara (UU no 9/ 1969)
a.
Berbentuk Persero :
tunduk pada KUHD (stb 1847/ 237 Jo PP No. 12/ 1969)
b.
Berbentuk Perjan :
tunduk pada KUHS/ BW (stb 1927/ 419)
c.
Berbentuk Perum :
tunduk pada UU no. 19 (Perpu tahun 1960)
Langganan:
Postingan (Atom)